Ini bulan keempat saya menjadi pembina sebuah Panti Asuhan milik sebuah Yayasan yang dimiliki oleh para Istri Direktur PT.Krakatau Steel dan anak perusahaanya. Panti ini berdiri sejak tahun 1987 dan diresmikan oleh Dirut KS saat itu yaitu Ir.Tungki Ariwibowo. Bagi yang masih SD jaman orde baru pasti ga asing dengan nama tersebut karena beliau pernah menjabat Menteri Perindustrian. Jadi inget jaman SD, UUD '45, Pancasila, Lagu-lagu kebangsaan dan nama-nama menteri harus dihapal gan.. Untung sebagaimana Presidennya para menteri pun jarang diganti sehingga kita ga perlu muroja'ah nama menteri tiap 5 tahun.. :) Diantara yang paling saya ingat selain Pak Tungki adalah Harmoko, Menteri Penerangan yang ga tergantikan. Kalau sekarang istilahnya Menkominfo kali ya.
Saat menerima pekerjaan ini saya tidak terpikir bahwa mendidik anak-anak Yatim alangkah sulitnya. Benar-benar mengasah rasa empati, kelembutan, kesabaran, konsistensi, keteladanan, menjadi orang tua, menjadi kakak dan menjadi guru sekaligus. Malam pertama disini saya masih ingat betul. Pagi jam empat saya bangun lalu membangunkan anak-anak yang berjumlah 20 satu persatu. Lalu saya tinggal sholat malam di aula. Saya mendengar suara kran-kran mengalirkan air, suara pintu kamar mandi ditutup, suara anak bergegas ke kamar mandi, suara percakapan. Saya senang ternyata mereka terbiasa bangun pagi. Namun ternyata saya terlalu berprasangka baik. Perlahan-lahan suasana kembali sunyi. Bahkan tak ada suara lagi. Iya benar, mereka bangun cuma untuk menuntaskan hajat masing-masing. Ya Allah tolong.Hanya 1 anak yang nyusul sholat malam sama saya. Kebetulan saat itu waktu subuhnya jam 04.45 WIB jadi bangun jam 4 cukup untuk sholat malam 4 atau 6 rekaat. Akhirnya pada adzan subuh saya bangunkan kembali anak-anak satu persatu.
Hari-hari berikutnya saya melakukan rutinitas yang sama. Membangunkan mereka satu persatu. Beberapa menyusul sholat malam beberapa kembali menyambung mimpi. Sabar Ya Allah.
Lama-kelamaan saya mulai berpikir bahwa ada yang salah dengan cara ini. Jika begini terus caranya mereka akan terbiasa dibangunkan dan bangun pagi tidak akan menjadi naluri alamiah mereka. Seumur hidup (atau setidaknya seumur di Panti) mereka tidak akan bisa bangun sendiri, atas kesadaran sendiri. Maka pada hari selanjutnya tiap malam saat saya membuat halaqoh kecil untuk mereka bakda maghrib saya menjelaskan bahwa mulai besok saya tidak akan membangunkan mereka lagi. Saya mengajak mereka menanamkan dalam benak mereka "besok saya akan bangun" bukan "besok saya dibangunkan". Saya buat mereka mengulang-ulang kata itu "besok saya bangun, besok saya bangun". Alhamdulillah hal sederhana itu membuat mereka bangun tanpa dibangunkan sampai saat saya menulis ini. Kini saya cuma perlu mencet bel 2 kali, pertama bel untuk mengajak sholat malam dan bel kedua menunjukkan waktu subuh 15 menit lagi. Subhanallah beberapa anak sudah terbiasa sholat malam.
Tapi tulisan saya kali ini bukan soal itu. Nah lo. Suka duka menjadi pembina Panti akan menjadi rangkain cerita sendiri. Kadang menggelikan, mengharukan, menyedihkan, ironi dan tak sedikit yang membuat saya menitikkan air mata. Akan saya tulis sedikit demi sedikit di waktu senggang nanti. Tulisan ini justru tentang sesuatu yang menggelitik iman perjuangan saya. Selama empat bulan saya disini setiap beberapa hari (seingat saya seminggu minimal 3 kali) ada saja dermawan datang menyumbang Panti dengan macam bentuk. Dari yang berupa uang, beras, minyak goreng, mie instan (sudahlah kita sebut saja sembako) sampai yang berupa nasi kotak siap santap atau bahkan makanan restoran cepat saji yang dikirim dengan delivery order. Yang ngasih duit ada dua cara, pertama ngasih ke Panti dan tercatat di buku tamu, namun ada pula yang langsung ke anak-anaknya dalam amplop tertutup. Isinya mulai dari Rp.50.000 sampai Rp.200.000. Itu per anak lho. Tiba-tiba semua itu membuat saya iri. Mereka bisa bersedekah sedemikian besarnya kepada anak-anak yatim sementara saya bertugas membina anak-anak yatim yang didalam prosesnya adakala marah adakala jewer atau bahkan yang diancam dalam Al Quran yaitu menghardik. Ampuni saya Ya Allah.
Maka suatu hari saya sms ke seorang temen:
"Gedean mana ya pahala pembina panti dibandingin donatur? iri euy"
Sungguh saya berharap mendapat jawaban yang bisa menggembirakan atau membesarkan hati saya yang termakan iri ga pakai dengki ini :). Tapi seperti yang anda duga teman saya cuma membalas begini:
“Gedean pahala pembina yang suka bagi-bagi duit dan nraktir makan anak sepanti”
Ya Allah tolong
No comments:
Post a Comment